Bagaimana pendapat anda mengenai SMA Tamansiswa Surabaya ?

Kamis, 26 Februari 2009

ARTIKEL

RM SUWARDI SURYANINGRAT BANGSAWAN YANG MENJADI BAPAK BANGSA PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Jend. Ki Tyasno Sudarto
Minggu, 01 Juni 2008

RM Suwardi Suryaningrat (RM SS) seorang bangsawan yang lahir tanggal 2 Mei 1889 merupakan cucu dari Sri Paku Alam III, sedang ayahnya bernama KPH Suryaningrat. Ibu RM Suwardi Suryaningrat bernama RA Sandiyah yang merupakan buyut dari Nyai Ageng Serang seorang pahlawan nasional prajurit Diponegoro. Sedang Nyai Ageng Serang masih merupakan keturunan dari Sunan Kalijogo. Pendidikan agama didapatnya dari Pesantren Kalasan dibawah asuhan KH Abdurrahman. Sejak awal pengasuh pesantren telah melihat tanda kelebihan pemuda kecil Suwardi. KH Abdurrahman memberi nama sebagai “Jemblung Trunogati” yang berarti anak mungil dengan perut buncit, tetapi mampu menghimpun pengetahuan yang luas.”
Berhubung kikis tanah Pakualaman banyak merupakan tanah rawa dan relatif gersang di daerah Kulon Progo, maka Sri Paku Alam V yang bertahta saat itu secara bijak memberi warisan berupa dana untuk sekolah bagi sentono (kerabat keraton). Pemerintah Kolonial memberi keistimewaan kepada para bangsawan (sentono keraton) dan anak amtenaar (pegawai negeri) untuk mendapatkan sekolah yang lebih baik daripada warga biasa. Fasilitas tersebut dimanfaatkan bangsawan RM SS untuk meneruskan kuliah di Stovia (Sekolah Tinggi Dokter Jawa) di Batavia (Jakarta).
Alam kebangkitan nasional yang dirintis dr Soetomo dan kawan-kawannya menjalar kedalam jiwa kebangsaan RM SS. Semula beliau sambil kuliah memperdalam ilmu jurnalistik sebagai penulis, kolumnis dan pemimpin redaksi beberapa majalah dan surat kabar.
Jiwa patriot kebangsaan tumbuh berkembang dan dicurahkan dalam karya tulis yang berhasil mengkritisi kaum penguasa penjajah saat itu. Tulisannya tentang protes peringatan HUT 100 tahun kemerdekaan Belanda ditentangnya dengan menurunkan tulisan “Als ik eens Nederalander was” (Andai aku seorang Belanda). Karena tulisannya itu RM SS dipenjarakan di penjara Sukamiskin Bandung. Atas pesan Pemerintah Kolonial, Sri Paku Alam III beserta KPH Suryaningrat supaya ke Bandung untuk membujuk RM SS agar tidak radikal. Namun realitanya kakek dan ayahnya malah berpesan kepada RM SS saat itu “Ingatlah seorang bangsawan tidak akan menelan ludahnya sendiri”. Ternyata secara terselubung para orang tua tersebut mendukung sikap dan tindakan progresif RM SS.
Keputusan pengadilan kolonial selanjutnya RM SS bersama dengan Tiga Serangkai yaitu dr Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker menjalani “externir” (dibuang) ke negeri Belanda selama 3 tahun.
Sebelum berangkat ke negeri Belanda beliau melaksanakan akad nikah dengan RA Sutartinah Sasraningrat, kemudian menjalani bulan madu di pengasingan negeri Belanda.
Tanggal 14 Septemer 1913 dalam perjalanan beliau ke Belanda singgah di India, beliau memberi kado HUT isterinya berupa tulisan surat. Surat itu ditujukan kepada teman seperjuangan di tanah air antara lain berbunyi “ Apabila pemerintah kolonial memperingati kemerdekaannya, kita akan sadar bahwa kita belum mempunyai identitas sebagai bangsa, kita belum mempunyai lagu kebangsaan dan bersiaplah karena waktu perayaan kemerdekaan kita akan datang juga.” Kalimat inilah yang kemudian mengilhami WR Supratman untuk menciptakan lagu Indonesia Raya. Di kemudian hari Ki Hadjar Dewantara ditunjuk Presiden Sukarno sebagai Ketua Tim Penyempurna Lagu Indonesia Raya.
Di negeri Belanda beliau tetap mempertajam pena tulisannya dan timbul gagasannya bahwa modal utama untuk menyongsong Indonesia Merdeka tidak lain adalah Pendidikan Nasional. Dalam pengasingannya kemudian RM SS sengaja memperdalam ilmu paedagogie (pendidikan) hingga mendapatkan sertifikat sebagai pendidik.
Teori Trikon (kontinyu, konvergen dan konsentris) telah dipraktekkannya sejak menuntut ilmu pendidikan di negeri Belanda. Ilmu pendidikan barat tersebut disaring yang bermanfaat bagi bangsanya namun tetap berpijak kepada akar budaya tanah air. Sehingga konsep tentang pendidikan nasional berakar kedalam budaya nusantara. Tahun 1919 RM SS telah berhasil mengumpulkan uang untuk kembali ke tanah air bersama isteri dan seorang putrinya Ni Asti.
Tanggal 3 Juli 1922 RM SS membuka National Onderwijs Tamansiswa yang semula milik pribadi RM SS. Melihat kenyataan semakin berkembangnya aspirasi rakyat terhadap Tamansiswa dengan fakta semakin meluasnya cabang-cabang Tamansiswa di Nusantara, RM SS pada tanggal 7 Agustus 1930 mewakafkan seluruh perguruan Tamansiswa kepada Persatuan Tamansiswa. Kekawatiran pemerintah kolonial atas pesatnya Tamansiswa menyebabkan pemerintah menerbitkan “Wilde Schoolen Ordonantie” yang ditentang keras oleh Ki Hadjar Dewantara. Perlawanan ini didukung oleh Boedi Oetomo yang mengancam akan keluar dari parlemen bila Ordonansi tidak dicabut.
Ternyata tindakan KHD dengan Tamansiswa bergaung secara nasional dan membangkitkan jiwa kebangsaan seluruh rakyat Indonesia. Setelah hari wafatnya tanggal 26 April 1959, beliau diangkat sebagai Ketua PWI Anumerta mengingat jasa-jasanya di bidang jurnalistik. Kemudian SK Presiden RI no.305 tanggal 28 November 1959 menetapkan KHD menjadi Bapak Pendidikan Nasional dan hari lahirnya tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional Indonesia.
Sejatinya RM SS adalah bangsawan yang melepaskan atributnya dan menjadi Bapak Bangsa karena segenap rakyat dari kalangan bawah hingga pejabat negara mentauladani dan menjalankan ajarannya. Dari institusi swasta, pemerintah sipil hingga militer hampir semua melaksanakan ajaan-ajaran beliau yang tidak lekang oleh jaman.

Yogakarta, 1 Juni 2008

Jend. Ki Tyasno Sudarto
Tambahkan sebagai artikel favorit anda (33) | Pasang Artikel ini pada situs anda | Views: 920

Komentar (5)

RSS comments
1. Ditulis oleh Ki sudartono PS,S.PdAlamat email ini telah dilindungi dari spam bots, Javascript harus aktif untuk melihatnya , pada tanggal : 04-08-2008 17:35
Semangat Kejuangan Ki Hadjar Dewantara harus Selalu ada di dada para Pejuang Tamansiswa masa kini ,Ki Hadjar Dewantara telah merintis Tamansiswa
2. Ditulis oleh Ki Sudartono Ps,S.PdAlamat email ini telah dilindungi dari spam bots, Javascript harus aktif untuk melihatnya , pada tanggal : 05-08-2008 16:07
Setelah Kita para pejuang Tamansiswa Mengerti apa yang termaktub dalam ide dan Gagasan Ki Hadjar Dewantara untuk bangsa ini maka kita harus merealisasikan dengan kesungguhan pikiran tenaga demi majunya Tamansiswa sebagai ujung tombak mendidik generasi bangsa yang akan datang .ini bukan main-main tetapi perlu disikapi oleh para pejuang Tamansiswa yaitu dengan konsep SBII yang telah di cetuskan Ki Hadjar Dewantara Untuk mengantisipasi kondisi perkembangan alam dan zaman yang penuh persaingan pada saat ini dan masa yang akan datang agar Tamansiswa tidak ketinggalan dalam persaingan dewasa ini sehingga banyak kalangan yang memperhatikan Tamansiswa semakin lama dikatakan semakin mundur.semua ini karena kurang kepekaan para pejuang di Tamansiswa.
3. PAHLAWAN INSPIRASI BANGSA
Ditulis oleh nur dsAlamat email ini telah dilindungi dari spam bots, Javascript harus aktif untuk melihatnya , pada tanggal : 17-11-2008 16:42
Dear admin,
Saya sudah lama mencoba menerapkan ajaran Ki Hajar dalam kehidupan saya sehari-hari.
Dan sungguh saya terharu membaca tulisan ini.
Semoga arwah Ki HAjar mendapat berkah di sisi YME
Amin
4. Ditulis oleh Ki Sudartono PS,S.PdAlamat email ini telah dilindungi dari spam bots, Javascript harus aktif untuk melihatnya , pada tanggal : 21-11-2008 14:56
Banyak tauladan yang dapat kita ambil dari para pahlawan atau pejuang untuk diterapkan dalam kehidupan ini.Ketika kita menerapkan hati nurani kita kedalam kehidupan ini sungguh pahlawan atau pejuang itu tidak diminta tetapi merupakan panggilan jiwa didalam diri.bukan kita mengajukan menjadi pahlawan tetapi masyarakat bangsalah yang menilai kita menjadi pahlawan atau tidak .seperti Ki Hadjar Dewantara tak pernah beliau meminta tetapi beliau terus berbuat untuk negri ini sehingga beliau mendapat penghargaan sebagai bapak bangsa.begitu juga para pejuang dan pahlawan yang lainnya.kita sebagai generasi penerus bahkan sebagai pamong seharusnya dengan keiklasan hati untuk berbuat yang terbaik untuk negri ini sesuai dengan kemampuan dan disiplin ilmu kita masing masing.inilah yang perlu kita bangkitkan dalam diri sebagai pamong untuk mewarisi sikap laku kejuangan Ki Hadjar dewantara.mudah-mudahan uraian yang sedikit ini dapat menjadi lampu dan berpijar dalam kegelapan sehingga akan tercapai cita-cita Tamansiswa yang setinggi-tingginya.
5. Ki Hadjar Dewantara Bapak Bangsa Sejati
Ditulis oleh Ki Sudartono PS,S.PdAlamat email ini telah dilindungi dari spam bots, Javascript harus aktif untuk melihatnya , pada tanggal : 13-12-2008 17:29
Salam dan Bahagia,
Saya adalah alumni Tamansiswa dari Taman guru Madya (TGM) Kimia Sarjanawiyata Universitas Tamansiswa tahun 1990 . Saya bertugas di Tamansiswa Cabang Lubuk Pakam Medan Sumatera Utara .mengomentari apa yang di paparkan oleh Jenderal Purnawan Ki Tyasno Sudarto.Kita Sebagai wong Tamansiswa selayaknyalah dan sepantasnyalah berkiblat kepada Ki Hadjar Dewantara dalam melaksanakan Tugas dan Perngabdian kita di Tamansiswa ini .Artinya bahwa ajaran-ajaran Ki Hadjar Dewantara lah yang kita laksanakan untuk mengarungi kehidupan yang tertib damai salam dan bahagia.Ki Hadjar Dewantara adalah seorang bangsawan yang religius ,nasionalis, Humanistis dan budayawan . sehingga dengan latar yang demikian sehingga bisa menaungi semua komponen yang ada di negara ini segala gagasanya.gagasan beliau yang begitu cocok sehingga banyak kalangan yang menggunakan ataupun menerapkanya baik perseorangan ataupun masyarakat luas bahkan negara kita ini.Sekarang kita bertanya berarti Ki Hadjar Dewantara adalah Milik Masyarakat bahkan bangsa Indonesia ini.Saya menjawab dalam hati yang paling dalam memang benar.dan saya kagum dengan apa yang menjadi idea dan gagasan beliau.Berarti Ki Hadjar adalah sebagai bapak bangsa ini yang tak pernah berpikir untuk dirinya sendiri tetapi untuk bangsa ini.banyak hal yang dapat kita ambil dan petik dari ajaran Ki Hadjar Dewantara sehingga kita wong Tamansiswa benar dapat merefleksi segala nasehat fatwanya untuk senantiasa mengabdi di Tamansiswa yang kita cintai ini.

Beri Komentar

* Silahkan untuk mengisi komentar yang tidak keluar dari topik artikel.
* Semua komentar yang tidak berhubungan akan segera dihapus.
* Termasuk semua link yang digunakan untuk kepentingan spam, marketing, pribadi, dsb.
* Pastikan anda me-REFRESH halaman ini untuk mendapatkan kode security yang baru sebelum anda menekan tombol kirim.

Nama :
E-mail :
Homepage :
Judul :
BBCode: Web AddressEmail AddressBold TextItalic TextUnderlined TextQuoteCodeOpen ListList ItemClose List
Komentar :




Kode :* Code
I wish being prevented by email of the comments which will follow

Terakhir diperbaharui ( Minggu, 01 Juni 2008 )

ARTIKEL

RUU BHP DAN GERAKAN TAMAN SISWA PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Darmaningtyas
Sabtu, 03 November 2007
Salam dan Bahagia!

Pemerintah bersama DPR RI sekarang sedang mempersiapkan sebuah undang-undang baru yang akan mengatur tentang pendidikan, yang dikenal dengan RUU BHP (Rancangan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan). RUU BHP ini disusun untuk memenuhi tuntutan di dalam Pasal 53 UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20/2003, yang menyatakan:
(1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan,
(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik,
(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan pendidikan.
(4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri

Dengan demikian, secara yuridis formal tujuan penyusunan RUU BHP adalah memenuhi ketentuan Pasal 53 UU Sisdiknas, khususnya ayat (4).

Sebagai sebuah peraturan perundang-undangan yang setara dengan UU Sisdiknas, maka RUU BHP dapat mengatur secara berbeda dengan UU Sisdiknas, dan perbedaan tersebut menjadi ketentuan yang khusus (lex specialis), yang harus didahulukan berlakunya dari ketentuan yang umum (lex generalis) sebagaimana termuat di dalam UU Sisdiknas. Dalam hal ini berlaku prinsip lex specialis derogat legi generalis (ketentuan yang khusus didahulukan berlakunya daripada hukum yang umum).

Adanya ketentuan bahwa BHP sebagai undang-undang yang lebih khusus daripada UU Sisdiknas, maka jelas bahwa UU BHP akan lebih banyak dipakai daripada UU Sisdiknas di dalam mengatur pendidikan. Bila ini yang terjadi, maka keberadaan UU Sisdiknas makin tidak punya taring dan tidak dapat menjadi dasar bagi masyarakat untuk menuntut hak-hak mereka akan pendidikan.

Tulisan di bawah ini mencoba memberikan gambaran singkat tentang isi dari RUU BHP versi terbaru tanggal 22 Agustus 2007 kepada pembaca Pusara dengan harapan pembaca dapat mengikuti perkembangan yang ada.

RUU BHP untuk Semua Jenjang

RUU BHP ini tidak hanya mengatur khusus untuk perguruan tinggi saja, seperti yang sering dikemukakan oleh pejabat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) atau DPR, tapi mengatur semua jenjang pendidikan dari pendididikan usia dini sampai perguruan tinnggi (PT). Hal itu tercantum dalam Pasal 1 ayat (1): “Badan hukum pendidikan yang selanjutnya disebut BHP adalah badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal”. Ayat (5). Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Berdasarkan kedua ayat di atas, jelas sekali bahwa RUU BHP ini mengatur semua jenjang pendidikan formal. Tidak ada satu kata pun dalam draft RUU BHP terbaru ini yang menyatakan bahwa RUU BHP ini hanya difokuskan untuk mengatur Pendidikan Tinggi saja.

RUU BHP ini juga tidak menjamin bahwa badan hukum seperti yayasan-yayasan, perkumpulan (termasuk Perguruan Tamansiswa), atau badan-badan lain yang mengelola lermbaga pendidikan selama ini tetap dijamin keberadaannya dan tidak harus berubah menjadi BHP. Tidak ada pasal yang mengatur masalah itu. Yang ada justru pasal 42 ayat (4) yang menyatakan: “Yayasan, perkumpulan, badan hukum bidang pendidikan yang bertindak sebagai nazhir, dan badan hukum lain yang sejenis penyelenggara pendidikan formal, yang telah didirikan sebelum UU ini berlaku diakui keberadaannya sebagai BHP, dan harus menyesuaikan tata kelolanya dengan ketentukan dalam UU ini, paling lambat 6 (enam) tahun sejak UU ini diundangkan”.

Di sini kita harus cermat terhadap permainan kata yang saya bold itu. Kata itu menjelaskan bahwa nama badan hukum tetap boleh memakai nama-nama yang dipakai sekarang, tapi seluruh tata kelolanya harus mengikuti tata kelola BHP. Kalau tata kelolalnya harus menyesuaikan tata kelola BHP, maka otomatis landasan dan konsekuensi hukumnya juga memakai UU BHP, bukan UU Yayasan. Sebab bagaimana mungkin konsekuensi hukum mengikuti UU BHP, tapi landasannya UU Yayasan?

Jadi bila RUU BHP ini disahkan menjadi UU BHP, maka boleh saja seluruh lembaga pendidikan di lingkungan Perguruan Tamansiswa memakai nama-nama yang ada selama ini, tapi seluruh tata kelolanya harus menyesuaikan diri dengan UU BHP paling lambat enam tahun setelah disahkan UU ini. Secara otomatis Perguruan Tamansiswa juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan UU BHP, bukan UU Yayasan.

Privatisasi dan Liberalisasi Pendidikan

RUU BHP, meskipun mengatur mengenai masalah pengelolaan pendidikan, tapi tidak ada satu pasal pun yang mengatur tentang peran pendidikan dalam pencerdasan bangsa, proses dan pengembangan budaya, pengembangan intelektual, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seluruh pasal hanya mengatur mengenai tata kelola BHP. Inilah yang disebut oleh Daoed Joesoef sebagai memperdagangkan pendidikan, karena substansi yang menonjol dari RUU BHP ini adalah privatisasi dan liberalisasi pendidikan. Padahal, amanat Pembukaan UUD 1945 salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan bangsa. Jadi mestinya RUU BHP ini lebih banyak mengatur mengenai upaya-upaya pencerdasan bangsa. Tapi bila fokus RUU ini ke sana, maka bagaimana dengan keberadaan UU Sisdiknas sendiri? Apakah RUU BHP ini akan mengeliminir keberadaan UU Sisdiknas?

Upaya memprivatisasi dan meliberalisasi pendidikan jelas merupakan kesalahan terbesar dari pemimpin bangsa Indonesia. Sebab bila mengacu pada Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 31 UUD 1945 yang telah diamandemen, pendidikan itu merupakan hak warga yang harus dipenuhi oleh negara. Tapi sebaliknya RUU BHP ini menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan dan untuk mencari keuntungan material.

Bukti bahwa RUU BHP ini mengkomoditaskan pendidikan tercermin dari pasal 8 ayat 1 dan 2 yang memperbolehkan lembaga asing menyelenggarakan pendidikan di Indonesia dengan penyertaan modal maksimal 49%. Ayat 1 berbunyi: “Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat mendirikan BHP baru di Indonesia bekerjasama dengan BHP Indonesia yang telah ada. Ayat (2). Pendirian BHP baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain memenuhi ketentuan dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7, lembaga pendidikan asing memiliki hak suara paling banyak 49% (empat puluh sembilan persen) di dalam organ penentu kebijakan umum tertinggi BHP.

Sungguh menyedihkan bahwa pendidikan nasional yang menjadi basis penanaman karakter bangsa, justru diprivatisasi dan diliberalisasi sehinga bangsa-bangsa lain boleh secara leluasa menyelenggarakan sistem pendidikan di Indonesia. Boleh jadi Indonesia merupakan satu-satunya Negara di dunia yang penyelenggaraan pendidikannya paling liberal. Karena Amerika Serikat yang dikenal sangat liberal pun mereka sangat tertutup dalam penyelenggaraan pendidikan. Artinya, tidak mudah bagi bangsa asing untuk menyelenggarakan pendidikan di AS. Sebaliknya Indonesia justru melegitimasi privatisasi dan liberalisasi tersebut. Lalu karakter macam apa yang akan terbentuk melalui sistem pendidikan nasional, bila ternyata bangsa asing pun diperkenankan UU untuk turut membentuk karakter bangsa kita. Dalam istilah yang dibuat oleh Prof.Dr. Sofian Effendi, kalau ada sekolah asing yang kurikulumnya mengajarkan cara merakit bom pun pimpinan negara Indonesia tidak dapat melarangnya. Jadi RUU BHP ini mempunyai potensi menciptakan system pendidikan yang menimbulkan disintegrasi bangsa.

Secara yuridis, RUU BHP ini sangat lemah karena landasanya hanya UU Sisdiknas tahun 2003 saja, yang menurut sebagian masyarakat melanggar Pembukaan UUD 1945. Sebaliknya, keberadaan Pancasila sebagai dasar negara maupun UUD 1945 sebagai konstitusi negara tidak disebut sama sekali (satu pun), baik dalam naskah akademik maupun dalam batang tubuh RUU BHP ini. Padalah Pancasila jelas menjadi sumber dari segala sumber hukum, dan UUD 1945 harus menjadi konstitusi negara. Ini merupakan kelemahan mendasar dari RUU BHP, sehingga bila disahkan menjadi UU, maka otomatis RUU BHP ini melanggar Pancasila dan UUD 1945.

Bagaimana Menyikapi RUU BHP?

Sebagai orang yang mengikuti secara intens perkembangan RUU BHP ini sejak awal, saya dapat mengatakan bahwa filosofi dari RUU BHP ini sangat kapitalistik dan diliberal. Dan sekaligus juga menciptakan ketergantungan pada bangsa asing yang membawa kapital. Ini jelas berlawanan dengan ajaran Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama ialah memerdekakan manusia sebagai anggota dari persatuan (rakyat). Dalam pendidikan harus senantiasa diingat, bahwa kemerdekaan itu bersifat tiga macam: berdiri sendiri (zelstanding), tidak bergantung pada orang lain (onafhankelijk), dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, zelfbeschikking).
Juga berlawanan dengan semangat Tamansiswa sebagai perjuangan pergerakan pendidikan dan kebudayaan yang dalam asasnya menyatakan bahwa: meluasnya pendidikan dan pengajaran adalah lebih perlu daripada meningkatnya.

Tamansiswa juga merumuskan bahwa Pendidikan Nasional ialah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya (cultureel-nationaal) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia.

Berdasarkan rumusan yang ada pada RUU BHP maupun naskah akademiknya, serta berpijak pada ajaran Ki Hadjar Dewantara, maka mestinya sikap orang-orang Tamansiswa sudah jelas: harus menolah RUU BHP. Sebab tidak ada alasan yang membenarkan untuk menerima RUU BHP, sebaliknya sangat banyak alasan untuk menolak RUU BHP. Saya berharap keberadaan RUU BHP ini menjadi momentum kebangkitan kembali Taman Siswa dalam perjuangan pergerakan pendidikan dan kebudayaan.

Kita tidak perlu takut pada kekuatan Negara bila menolak RUU BHP ini secara terbuka. Ingat pesan Ki Hadjar Dewantara dalam Pidato pada rapat umum Tamansiswa di Malang, 2 Februari 1930 yang menyatakan: Ngandel, kandel, kendel, dan bandel. Artinya: percaya akan memberikan pendirian yang tegak. Maka kemudiannya kendel (berani) dan bandel (tidak lekas ketakutan, tawakal) akan menyusul sendiri. Kalau Ki Hadjar Dewantara melawan orang asing saja berani, mengapa kita melawan bangsa sendiri yang nyata-nyata salah justru tidak berani?

Darmaningtyas, pengamat pendidikan dan anggota Majelis Luhur Tamansiswa.
Departemen Pendidikan Nasional, Naskah Akademik RUU BHP, hal. 36-37
Departemen Pendidikan Nasional, draft RUU BHP edisi 22 Agustus 2007
Kompas, 29 Agustus 2007
KH. Dewantara, Pendidikan, Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Yogyakarta, hal. 3-4
Ibid, hal. 216
Ibid, hal.15



Diambil dari situs Majalah Pusara


Tambahkan sebagai artikel favorit anda (30) | Pasang Artikel ini pada situs anda | Views: 1436

Komentar (2)

RSS comments
1. wajah pemerintahan
Ditulis oleh echaAlamat email ini telah dilindungi dari spam bots, Javascript harus aktif untuk melihatnya , pada tanggal : 24-12-2008 20:13
inilah wajah pemerintahan kita. DPR seolah tidak berotak ketika nekad mengesahkan BHP ditengah kontroversi yang masih menggila. Terlihat jelas suara rakyat tidak didengar. Tidak terlihat upaya pemerintah kita untuk menyelesaikan polemic yang ada.

hanya berdasar pada UU Sisdiknas yang dinilai banyak orang bertentangan dengan UU dasar pemerintah tetap saja melenggang tanpa ada upaya peninjauan kembali. lagi-lagi inilah pemerintahan kita menetapkan keputusan diatas polemic yang ada. :( :cry
2. ada kepentingan dibalik pengesahan RUU B
Ditulis oleh tioAlamat email ini telah dilindungi dari spam bots, Javascript harus aktif untuk melihatnya , pada tanggal : 02-01-2009 10:39
Mengingat belum lama ini pemerintah merencanakan akan mengalokasikan dana sebesar 20% dari dana APBN 2009 dan momen yang tidak lama lagi akan diadakannya pemilu,saya yakin Pemerintah dan DPR mempunyai kepentingan yang bersifat komersialisasi terhadap pengesahan RUU BHP ini.(tolak RUU BHP....tolak RUU BHP....tolak RUU BHP). :(

Beri Komentar

* Silahkan untuk mengisi komentar yang tidak keluar dari topik artikel.
* Semua komentar yang tidak berhubungan akan segera dihapus.
* Termasuk semua link yang digunakan untuk kepentingan spam, marketing, pribadi, dsb.
* Pastikan anda me-REFRESH halaman ini untuk mendapatkan kode security yang baru sebelum anda menekan tombol kirim.

Nama :
E-mail :
Homepage :
Judul :
BBCode: Web AddressEmail AddressBold TextItalic TextUnderlined TextQuoteCodeOpen ListList ItemClose List
Komentar :




Kode :* Code
I wish being prevented by email of the comments which will follow

Terakhir diperbaharui ( Minggu, 06 Januari 2008 )